Catatan Psikologi: Psikis ke Fisik

Saya pasti bukan satu-satunya orang yang punya riwayat alergi yang panjang. Dari kecil sampai sekarang, alerginya ga ada yang hilang, masih sama, hanya jarang-jarang munculnya. Alergi pertama yang saya tahu adalah, alergi udang, jadi tiap kali makan udang, kulit saya akan memerah gatal dan panas, biasanya akan keliatan diwajah, kadang bisa sampai sakit kepala, pusing, bahkan jadi demam, sial nya adalah saya suka makan udang, ironis memang. Sesekali masih saya paksakan makan, tidak banyak, biar merasa aja, hehehe. Selain udang, saya juga alergi kepiting, dan beberapa ikan laut, makanya agak males kalau diajakin makan seafood.

Kemudian saya punya alergi obat. Jadi, ada beberapa obat tertentu yang saya gak bisa minum, karena itu tiap kali sakit saya lebih prefer ke dokter yang sudah tahu saya dari kecil, karena kalau ke dokter lain kadang suka lupa nyebutin punya alergi obat. Pernah sekali medio November 2009, saya kecelakaan motor di jalan raya Solo-Jogja, dan dibawa ke rumah sakit terdekat, waktu itu saya lupa bilang kalau saya punya alergi, maklum lagi keadaan begitu, dan semua obat yang diberi dokter tidak ada satupun yang bisa saya minum, karena langsung balik ke kos, semalaman sampai esok harinya saya bertahan menahan sakit yang luar biasa tanpa obat. Untuk yang satu ini saya memang gak berani main-main, karena efeknya agak mengerikan.

Sekitar 2011, saya pindah kembali dari Solo ke Pekanbaru setelah lima tahun menetap disana. Udara di Solo dan Pekanbaru jauh berbeda, matahari-nya lebih kenceng disini, jadi lebih gampang kepanasan. Singkat cerita, kulit saya memerah dari muka hingga leher, berbintik-bintik merah dan gatal. Awalnya saya pikir biang keringat, jadi tidak terlalu saya hiraukan. Kemudian makin lama makin menyebar dan terkadang terasa panas, dan kakak saya pun menyarankan untuk ke dokter kulit. Setelah diperiksa, kata dokternya alergi matahari. What? (Rasanya saya kayak anak-anak yang siang-siang main dibawah matahari, keringetan parah dan gak mandi :| ) Jadi, menurut dokter yang terkenal di Pekanbaru ini, kulit saya harus beradaptasi lagi dengan udara disini, jadi gak bisa kena cahaya matahari langsung. Percaya atau tidak selama beberapa minggu setelah kunjungan ke dokter, saya tidak boleh keluar rumah diatas jam 9 pagi sampai jam 3 sore. Lebih disarankan untuk diam dirumah saja, udah kayak vampir belum? Tapi, alhamdulillah akhirnya merah-merahnya hilang, dan kulit pun jadi bersih.

Setelah alergi matahari, 3 tahun belakangan tiap kali suhu udara berubah menjadi dingin, atau saya sedang berada di daerah dengan cuaca yang dingin, atau terlalu lama didalam ruangan ber-ac yang dingin dan membuat saya bersin-bersin, kemudian batuk tanpa henti, bisa dipastikan setelahnya saya akan bengek. Satu malam disepertiga malam tetiba saya kehilangan nafas, hidung saya tidak bisa bernafas dengan normal, dan saya harus megap-megap karena berusaha mendapatkan oksigen dari mulut. Dengan sisa-sisa kesadaran yang masih ada, saya turun ke dapur untuk meminum air hangat, setelahnya cairan bening keluar dari hidung saya tanpa henti yang membuat saya harus tidur kembali bersama handuk, sampai pagi. Saya sekeluarga tidak ada yang punya riwayat asma, dokter saya pun tahu itu, faktor alergen berperan besar disini, alergi dingin, begitu kesimpulan akhirnya. Setiap kali saya berada dalam keadaan yang sangat dingin, asma ini akan kambuh dengan cepatnya.

Apa yang saya sebutkan diatas masih belum cukup untuk menambah deretan alergi yang saya punya. Setahun terakhir kulit saya menjadi buruk, belum pasti sih ini bener apa gak penyakitnya karena belum saya periksakan ke dokter, tapi gejalanya sama persis dengan yang saya baca-baca dari google. Masih berhubungan erat dengan alergi. Gak kaget sebenernya mengingat semua riwayat alergi saya. Yang bikin kaget adalah saat saya membaca salah satu penyebabnya adalah faktor kecemasan, stress. Disini saya terdiam lama.

Dengan kata lain, segala alergi ini bisa jadi disebabkan karena faktor kecemasan, stress berlebih.

Stress itu psikis, dan ini kulit yang berhubungan dengan fisik, how can be relate?

Kemudian saya teringat dengan yang dr. Yarnaz katakan pada saya saat pemeriksaan asma beberapa tahun yang lalu. Beliau bilang, selain karena dingin, faktor stress juga peranannya sendiri. "Jika dalam cuaca dingin tapi kamu ga stress, bisa aja asmanya gak kambuh, atau kalau kamu gak di cuaca dingin pun tapi stress bisa jadi asmanya kambuh"
 
Ooohh...jadi bisa begitu ya...
 
Manajemen stress yang baik bisa mengatasi semua alergi-alergi yang saya punya. Saya merasa jadi anak psikologi yang gagal. Manajemen stress saya yang tidak baik ternyata, sehingga berakibat pada perubahan fisik. Oke, I admit it. Belakangan emang sering stress, kurang piknik kayaknya. Hahahaha.

Pelajaran yang saya ambil dari semua ini adalah, selagi saya menyembuhkan fisik, psikis saya juga mesti disembuhkan. Harus belajar lagi mengelola stress dengan baik. Okeh, let's do it! Smangad sehat!

Share:

0 Comments